Wednesday, 2 May 2012

Jurnal Perlawanan Jamaludin Al-Afghani

JURNAL PERLAWANAN JAMALUDIN AL-AFGHANI

Sebagai sarana untuk menyalurkan ide-ide dan kegiatannya, al-Afgani bersama Muhammad Abduh menerbitkan jurnal berkala, yang juga bernama al-’Urwah al-Wusqa. Publikasi ini bukan saja menggoncang dunia Islam, pun telah menimbulkan kegelisahan dunia Barat. Majalah ini hanya berumur delapan bulan karena dunia Barat melarang peredarannya di negeri-negeri Islam. Majalah ini dinilai dapat menimbulkan semangat dan persatuan orang-orang Islam. Di mana-mana, terutama untuk pasaran dunia Timur, majalah ini dibinasakan penguasa Inggris. Di Mesir dan India, majalah ini dilarang untuk diedarkan. Akan tetapi, majalah ini terus saja beredar meski secara ilegal.

Jurnal berkala ini segera menjadi barometer perlawanan imperialis Dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan Barat yang penasaran dan kagum dengan kecemerlangan al-Afgani. Selama mengurus jurnal ini, al-Afgani harus bolak-balik Paris-London untuk menjembatani diskusi dan pengiriman tulisan para ilmuwan Barat, terutama yang bermarkas di International Lord Salisbury, London.

Atas undangan penguasa Persia saat itu, Syah Nasiruddin, pada tahun 1889 ia mengunjungi Persia. Di sana ia diminta untuk menolong mencari penyelesaian persengketaan Rusia-Persia yang timbul karena politik pro-Inggris. Pada tahun 1892, ia ke Istanbul atas undangan Sultan Abdul Hamid yang ingin memanfaatkan pengaruh al-Afgani di berbagai negara Islam untuk menentang Eropa yang pada waktu itu mendesak kedudukan Kerajaan Usmani (Ottoman) di Timur Tengah.

Akan tetapi kedua tokoh tersebut tidak mencapai kerja sama. Sultan Abdul Hamid tetap mempertahankan kekuasaan otokrasi lama, sedangkan al-Afgani mempunyai pemikiran demokrasi tentang pemerintahan. Akhirnya, Sultan membatasi kegiatan al-Afgani dan tidak mengizinkannya keluar dari Istanbul sampai wafatnya pada tanggak 9 Maret 1897. Ia dikubur di sana. Jasadnya kemudian dipindahkan ke Afganistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-Afgani: Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”, menyatakan, bahwa al-Afgani meninggal akibat diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk membinasakannya.

Di samping majalah al-‘Urwah al-Wusqa yang diterbitkannya, al-Afgani juga menulis banyak buku dan artikel. Di antaranya ialah Bab ma Ya’ulu Ilaihi Amr al-Muslimin (Pembahasan tentang Sesuatu Yang Melemahkan Orang-Orang Islam), Makidah asy-Syarqiyah (Tipu Muslihat Orientalis), Risalah fi ar-Radd ‘Ala al-Masihiyyin (Risalah untuk Menjawab Golongan Kristen; 1895), Diya’ al-Khafiqain (Hilangnya Timur dan Barat; 1892), Haqiqah al-Insan wa Haqiqah al-Watan (Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air; 1878), dan ar-Radd ‘Ala al-Dahriyin.

Merintis Reformasi Islam

Apa yang dilihat al-Afgani di dunia Barat dan apa yang dilihatnya di dunia Islam memberi kesan kepadanya bahwa umat Islam pada masanya sedang berada dalam kemunduran, sementara dunia Barat dalam kemajuan. Hal ini mendorong al-Afgani untuk menimbulkan pemikiran-pemikiran baru agar umat Islam mencapai kemajuan.

Ia telah menimbulkan pemikiran pembaruan yang mempunyai pengaruh besar dalam dunia Islam. Pemikiran pembaruannya didasarkan pada keyakinan bahwa agama Islam sesuai untuk semua bangsa, zaman, dan keadaan. Tidak ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi yang disebabkan perubahan zaman.

Dalam pandangan al-Afgani, jika ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi zaman saat ini, maka harus dilakukan penyesuaian dengan mengadakan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran Islam yang tercantum dalam Alquran dan hadis. Untuk mencapai hal ini dilakukan ijtihad dan pintu ijtihad menurutnya masih tetap terbuka.

Ia melihat bahwa kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran mereka disebabkan oleh beberapa faktor. Umat Islam, menurutnya, telah dipengaruhi oleh sifat statis, berpegang pada taklid, bersikap fatalis, telah meninggalkan akhlak yang tinggi, dan telah melupakan ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya menghendaki agar umat Islam bersifat dinamis, tidak bersifat fatalis, berpegang teguh pada akhlak yang tinggi, dan mencintai ilmu pengetahuan.

Sifat statis, menurut al-Afgani, telah membawa umat Islam menjadi tidak berkembang, dan hanya mengikuti apa yang telah menjadi hasil ijtihad ulama sebelum mereka. Karenanya umat Islam dinilai al-Afgani hanya bersikap menyerah dan pasrah kepada nasib.

Faktor lainnya adalah adanya paham Jabariah dan salah paham terhadap qada (ketentuan Tuhan yang tercantum di lauh mahfuz/belum terjadi). Paham itu menjadikan umat Islam tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja giat. Menurut pemikiran al-Afgani, qada dan qadar mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab-musabab (kausalitas).

Lemahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan umat Islam tentang dasar-dasar ajaran agama mereka, lemahnya rasa persaudaraan, dan perpecahan di kalangan umat Islam yang dibarengi oleh pemerintahan yang absolut, mempercayakan kepemimpinan kepada yang tidak dapat dipercaya, dan kurangnya pertahanan militer merupakan faktor-faktor yang ikut membawa kemunduran umat Islam. Faktor-faktor ini semua menjadikan umat Islam lemah, statis, fatalis, dan mundur.

Ia juga ingin melihat umat Islam kuat, dinamis, dan maju. Jalan keluar yang ditunjukkannya untuk mengatasi keadaan ini adalah melenyapkan pengertian yang salah yang dianut umat Islam dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Menurut dia, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum, maupun sosial. Corak pemerintahan autokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi dan persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Kekuatan dan kelanjutan hidup umat Islam bergantung kepada keberhasilan membina persatuan dan kerja sama.

Pemikiran lain yang dimunculkan oleh al-Afgani adalah idenya tentang adanya persamaan antara pria dan wanita dalam beberapa hal. Wanita dan pria sama dalam pandangannya. Keduanya mempunyai akal untuk berpikir. Ia mmelihat tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja di luar jika situasi menuntut itu. Dengan jalan demikian, al-Afgani menginginkan agar wanita juga meraih kemajuan dan bekerja sama dengan pria untuk mewujudkan umat Islam yang maju dan dinamis.

DAFTAR PUSTAKA :



Tags : Biografi jamaludin al-afghani, jurnal perlawanan jamaludin al-afghani, jamaludin al-afghani dalam merintis reformasi Islam, pemikiran jamaludin al-afghani