Friday, 20 April 2012

Ajaran Tasawuf Al-Qusyairi

Akan tampak jelas bagaimana Al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin akhlu sunnah sebagai pernyataannya:

“Ketahuilah! Para tokoh aliran ini membina prinsip-prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar. Sehingga doktrin mereka terpelihara dari penyimpangan, selain itu mereka lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun ahlu sunah yang tak tertandingi dan tak mengenal macet, merekapun tahu hak yang lama dan bisa mewujudkan sifat sesuatu yang diadakan dan ketidakadaannya. Al-Junaidi mengatakan bahwa tauhid pemisal hal yang lama dengan hal yang baru. Landasan doktrin merekapun didasarkan pada dalil dan bukti yang kuat serta gambling. Abu Muhammad Al-Jariri mengatakan bahwa barang siapa tidak mendasarkan ilmu tauhid pada salah satu pengokohnya, niscaya kakinya tergelincir ke dalam jurang kehancuran”.

Bahkan dengan konotasi lain Al-Qusyairi secara terang-terangan mengkritik mereka,“Mereka mengatakan bahwa mereka telah bebas dari perbudakan berbagai belenggu dan berhasil mencapai realitas-realitas rasa penyatuan dengan Tuhan (wushul) lebih jauh lagi mereka tegak bersama yang Maha Besar, yang hukum-hukumnya berlaku atas diri sendiri, sedang mereka dalam keadaan fana. Allah pun menurut mereka tidak mencela dan melarang apa yang mereka nyatakan ataupun yang mereka lakukan. Dan kepadaku mereka disingkapkan rahasia ke-Esaan dan setelah fana merekapun tetap memperoleh cahaya Ketuhanan, tempat bergantungsegalasesuatu”

Selain itu Al-Qusyairi menekankan bahwa kesehatan bathin dengan berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As sunnah sebagai mana perkataannya:

“Duhai saudaraku! Janganlah kamu terpesona oleh pakaian lahiriah maupun sebutan yang kau lihat (pada sufi sejamannya) sebab ketika reutas itu tersingkapkan, niscaya tampak keburukan para sufi yang mengada-ada dalam berpakaian….. Setiap tasawuf yang tidak dibarengi dengan kebersihan maupun sikap menjauhkan diri dari maksiat adalah tasawuf palsu serta memberatkan diri dan setiap bathin yang bertentangan dengan lahir adalah keliru dan bukannya yang bathin,…… dan setiap tauhid yang dibenarkan Al-Qur'an maupun as-sunnah adalah pengingkaran terhadap Tuhan dan bukan tauhid; dan setiap pengenalan terhadap Allah yang tidak dibarengi kerendahan maupun ketulusan jiwa adalah palsu dan bukan pengenalan terhadap Allah.”

Dalam hal yang berbeda, Al-Qusyairi mengemukakan suatu penyimpangan lain dari para sufi abad ke lima hijriyah dengan ungkapan yang pedas.

“Kebanyakan para sufi yang menempuh jalan kebenaran dari kelompok tersebut telah tiada. Tiada bekas mereka yang tinggal di kelompok tersebut kecuali bekas-bekas mereka kemah dan hanya serupa kemah mereka, kaum wanitanya itu, kulihat bukan mereka.“

Zaman telah berakhir bagi jalan ini, bahkan jalan ini telah menyimpang dari hakikat realitas. Telah lewat para guru yang menjadi panutan mereka, tidak banyak lagi generasi muda yang mau mengikuti perjalanan dan kehidupan mereka. Sirnalah kini kerendahatian dan punahlah kesederhanaan hidup.

Ketamakan semakin menggelora dan ikatannya semakin membelit. Hilanglah sudah kehormatan agama dari kalbu. Betapa sedikit orang yang berpegang teguh pada agama. Banyak orang yang menolak membedakan masalah halal haram. Mereka cenderung meninggalkan sikap menghormati orang lain dan membuang jauh rasa malu. Bahkan mereka menganggap remeh pelaksanaan ibadah, melecehkan puasa dan sholat, dan terbuai dalam medan kemabukan dan jatuh dalam pelukan nafsu syahwat dan tidak peduli melakukan hal-hal yang dilarang.”

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa pengembalian arah tasawuf menurut Al-Qusyairi dapat dilakukan dengan merujuk pada doktrin ahlu sunnah wal jama’ah yaitu dengan mengikuti para sufi sunni abad ke 3 dan ke 4 hijriyah.

DAFTAR PUSTAKA :