Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (W. 243 H) menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Tatkala Al-Muhasibi mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat Islam, ada sekelompok orang yang tahu benar tentang keakhiratan. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan memotivasi keduniaan.
1. Pandangan Al-Muhasibi tentang Ma’rifat
Al-Muhasibi berbicara pula tentang ma’rifat. Ia pun menulis sebuah buku tentangnya, namun dikabarkan bahwa ia tidak diketahui alasan-alasannya kemudian membakarnya. Ia sangat berhati-hati dalam menjelaskan batasan-batasan agama, dan tidak mendalami pengertian batin agama yang dapat mengaburkan pengertian lahirnya dan menyebabkan keraguan.
Dalam konteks ini pula ia menuturkan sebuah hadits Nabi yang berbunyi: “Pikirkanlah makhluk-makhluk Allah dan jangan mencoba memikirkan dzat Allah sebab kalian akan tersesat karenanya.” Al-Muhasibi mengatakan bahwa ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah.12)
Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut :
- Taat, awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan hamba kepada Allah
- Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya
- Allah menyingkirkan khazanah-khazanah dan keajaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas
- Sufi mengatakan dengan fana’ yang menyababkan baqa’
2. Pandangan Al-Muhasibi tentang khauf dan Raja’
Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Pangkal wara’ menurutnya, ada ketakwaan; pangkal ketakwaan adalah instrosfeksi diri (musabat Al-nafs) ; pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’; pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman ; pangkal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan. 15)
Khauf dan raja’; menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dengan ibadah haji dan janji serta ancaman Allah. Al-Muhasibi mengatakan bahwa Al-Qur'an jelas berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan. Ajakan-ajakan Al-Qur'an pun sesungguhnya dibangun atas dasar targhib (sugesti) dan tarhib (ancaman). Al-Qur'an jelas pula berbicara tentang surga dan neraka.
Ia kemudian mengutip ayat-ayat berikut :
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (surga) dan dimata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)"
(QS.Adz-Dzariyyat,ayat:15-18).
Raja’ dalam pandangan Al-Muhasibi, seharusnya melahirkan alam saleh. Seseorang yang telah melakukan amal saleh, berhak mengharap pahala dari Allah.
DAFTAR PUSTAKA :
Tags : Tasawuf Al-Muhasibi, Pandangan tasawuf Al-Muhasibi, Pandangan Al-Muhasibi tentang Ma’rifat, Pandangan Al-Muhasibi tentang khauf dan Raja’
Tags : Tasawuf Al-Muhasibi, Pandangan tasawuf Al-Muhasibi, Pandangan Al-Muhasibi tentang Ma’rifat, Pandangan Al-Muhasibi tentang khauf dan Raja’