Friday 31 May 2013

Makalah Macam-macam akhlak terhadap Allah

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menjaga Akhlak kepada Allah K.H. Abdullah Gymnastiar Mudah-mudahan Allah SWT yg Maha Mengetahui siapa diri kita yg sebenar menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yg harus diperbaiki memberitahu jalan yg harus ditempuh dan memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tak dikalahkan oleh kemalasan tak dikalahkan oleh kebosanan dan tak dikalahkan oleh hawa nafsu. Dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yg dapat diwariskan kepada keluarga keturunan dan lingkungan adl keindahan akhlak kita. Karena ternyata keislaman seseorang tak diukur oleh luas ilmu. Keimanan seseorang tak diukur oleh hebat pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi Allah tak juga diukur oleh kekuatan ibadah semata. Tapi semua kemuliaan seorang yg paling benar Islam yg paling baik iman yg paling dicintai oleh Allah yg paling tinggi kedudukan dalam pandangan Allah dan yg akan menemani Rasulullah SAW ternyata sangat khas yaitu orang yg paling mulia akhlaknya. Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan amal kita sebanyak apapun harta kita setinggi apapun kedudukan kita jikalau akhlak rusak maka tak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi tapi segera sesudah tahu akhlak buruk pesona pun akan pudar. Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adl utk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabat “Mengapa engkau diutus ke dunia ini ya Rasul?”. Rasul menjawab “Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak” “Sesungguh aku diutus ke dunia hanyalah utk menyempurnakan akhlak”.

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.

Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah adalah bagaimna akhlak terhadap Allah dan macam-macam akhlak terhadap Allah.


BAB II

PEMBAHASAN


A. MACAM-MACAM AKHLAK TERHADAP ALLAH

Diantara akhlak terhadap allah swt adalah:

1. Taat terhadap perintah-perintah-Nya.

Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segala-galanya pada
dirinya. Allah berfirman (QS. 4 : 65):

Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemdian mrekea tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap ptutusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”


Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda:


“Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan sunnah)." (HR. Abi Ashim al-syaibani).

2. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.

Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda:
Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)

3. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.

Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.

4. Senantiasa bertaubat kepada-Nya.

Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam

Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 3 : 135) :

"Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui."

5. Obsesinya adalah keridhaan ilahi.

Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akanm memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, ‘terpakasa’ harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:

"Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan ‘adanya’ kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia." (HR. Tirmidzi, Al-Qadha’I dan ibnu Asakir).

Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh oran lain.

6. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.

Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman (QS. 51 : 56):

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja, seperti shalat, puasa haji dan sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hokum Allah di muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi pedoman idup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam pada khususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

7. Banyak membaca al-Qur’an.

Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya. Seseeorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin, yang mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya. Apalagi menakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an yang dmikian besxarnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:

"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim).

Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membaca Al-Qur’an, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR. Bukhori Muslim)

B. ANALISIS

Kalau kita mendengar kata akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud akhlak yg sebenar jauh melampaui sekedar senyuman dan keramahan. Karena penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal yg terpecah-pecah semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh termasuk bagaimana akhlak kita kepada Allah. Akhlak kita kepada Allah SWT harus dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlak kepada Allah hati benar-benar putih seperti putih air susu yg tak pernah tercampuri apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinan tak ada sekutu lain selain Allah. Tidak ada satu tetes pun di hati meyakini kekuatan di alam semesta ini selain kekuatan Allah SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat munafik.Tapi kenyataannya sekarang mengapa masih banyak diantara kita yang seolah jauh dari semua itu? Padahal dari sekolah tingkat dasar kita sudah diajarkan tentang bagaimana kewajiban kita terhadap Allah, bahkan sejak kecil sudah di beritahukan tentang semua itu toh sekarang kenapa masih banyak yang tidak mengamalkannya ?


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah ini, penulis menyimpulkan, bahwa akhlak kepada Allah merupakan pondasi dasar yang harus di bangun , karena jika seseorang benar- benar memiliki akhlak yang baik terhadap Allahnya, maka akhlaknya terhadap manusia dan lingkungan pun akan ikut baik.begitupun sebaliknya.




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Zakiy Al – Kaaf , “ Membentuk Akhlak ( Mempersiapkan Generasi Islami ), Pustaka Setia, Bandung, 2001
Mustofa, Akhlak Tasawuf, Pustaka setia, Bandung, 1997
Al-Ghazali, Rindu dan Cinta kepada Allah , Pustaka Panji Mas, Jakarta, 2005


Editor by : Weni Wertati